Bagi mahkluk hidup, air merupakan salah satu kebutuhan pokok, sehingga
air seringkali disebut sebagai sumber penghidupan. Terlebih bagi
masyarakat agraris, air merupakan kebutuhan yang sangat vital. Hidup
matinya tanaman pertanian antara lain sangat tergantung kepada air, baik
air hujan maupun air irigasi. Penelitian berjudul Cowongan: Seni
Tradisi Pemanggilan Hujan Masyarakat Banyumas, Jateng merupakan
penelitian yang bertujuan ingin mengetahui dan mendeskripsikan ritual
pemanggilan hujan yang dilakukan oleh warga Desa Plana, Kecamatan
Somagede, Banyumas. Pelaksanaan ritual cowongan dilakukan oleh warga
Desa Plana setiap kemarau berkepanjangan, malam Jumat Kliwon pada bulan
Kapat (kalender Jawa) atau bulan September-Oktober.
Budaya ini diciptakan oleh para leluhur karena
adanya rasa prihatin karena terjadinya kemarau panjang yang menyebabkan tanaman
mati, kekeringan dan jika tidak diupayakan suatu upaya permohonan kepada sang
Pencipta maka akan terjadi kelaparan dan kematian. Dan diciptakan oleh
masyarakat kalangan bawah yang prihatin dengan keadaan saat itu. Ritual minta
hujan ini pada saat itu bukan menjadi hal yang salah karena pada kenyataannya
masyarakat zaman dahulu belum mengerti tentang agama dan kepercayaan. Sehingga
para leluhur berdoa meminta hujan dengan melakukan ritual cowongan.
Tempurung kelapa yang sudah menjadi boneka kemudian
diletakkan di kuburan atau pemakaman atau tempat-tempat yang dianggap keramat
selama 3 hari 3 malam. Harinya pun tertentu yaitu pada hari Rabu Pon, Kamis
Wage dan Jumat Kliwon pada penanggalan Jawa. Pawang atau sesepuh ritual
cowongan juga harus berpuasa selama 3 hari selama boneka tersebut disimpan di
pemakaman. Tentu saja boneka cowongan ini disukai oleh makhluk-makhluk halus
seperti jin, setan, sehingga makhluk-makhluk halus itu masuk kedalam boneka
cowongan tersebut. Setelah 3 hari, boneka cowongan dibawa pulang kemudian
diadakan ritual. Dalam ritual tersebut disiapkan sesaji yang di bentuk
melingkar mengelilingi boneka cowongan itu. Setelah itu, pawang atau sesepuh
desa membacakan mantra sembari menyalakan kemenyan dengan sangat hati-hati.
Mantra atau doanya adalah sebagai
berikut:
Sangkama dupa sangkama dadi ismu
kuning apa rupane, sang kaleno jati araning menyan sang subyar kuning urubing
menyan sang kareno putih lakuning menyan sang hang kesireng arengin menyan sang
lenggang jati lakuning menyan (membakar kemenyan).
Sowan bekti ganda arum dumateng
para leluhur ingkang sampun sumareh wonten tlatah banyumas (penghormatan bagi
para leluhur).
Kirang
penyekap nyuwun pangapunten.
Mulai menyanyikan tembang-tembang
sembari memegang boneka cowongan, tembangnya sebagai berikut:
Sulasih sulanjana kukus menyan ngundhang dewa Ana dewa ndaning sukma
widadari tumuruna Runtung-runtung kesanga sing mburi karia lima Leng-leng
guleng, gulenge somakaton.
Gelang-gelang nglayoni, nglayoni putria ngungkung Kacang dawa si
kanthi di kaya wite Kanthi angle lirang nini gelang gendhongan nini gelang
gendhongan.
Anjularet pilise kunir apu Manglong-manglong ngenteni paman juragan
Gendhong pisan aku paman, emban pisan aku paman.
Anjulanthir
ngenthir sabuke seblakena tek anggone tenunan tek anggone tenunana ayam tukung
mrekungkung nang wuwungan dede-dede ayam tukung kaki dhuda njaluk ambung kaki
dhuda njaluk ambung.
Ayam walik mrekithik nang wuwungan dede-dede aya walik kaki dhudha
pekalongan kaki dhudha pekalongan.
Cek incek raga bali rog-rog asem kamilaga aja lunga-lunga laki aja
ngambung pipi kiwa sing kiwa kagungan dewa sing tengen kagungan dalem.
Cek incek raga bali rogrog asem kamilega aja lunga-lunga laki ana
ganjur loro-loro ganjure si lara sati nurunaken udhan.
Lutung-lutunga ngilo ngiloa njaluk udhan reg-regan rog-rogan
reg-regan rog-rogan
ana kolang kaling mateng di tutur udhan-udhan reg-regan rog-rogan
reg-regan rog-rogan.
Ana manuk uruk-uruk udhan sebiyang-biyang dandan kinang Mantu rika
agi teka aja suwe-suwe ndalan Sedhek keri dolan Sedhek keri dolan.
Sembung-sembung rege mencroka kayu gudhe Ure-ure rambute Ure-ure
rambute.
Embok nini gandhrung ana yauga sebumbung ndalu Dhing-dhing por anu
ngampor anu ngampor suluh dhuwur Babadana tilasana go pranti ngumah pentagon.
Ler-iler tandhure wis sumilir Tek ijo royo-royo Tek sengguh
penganten anyar Tek sengguh penganten anyar.
Bocah pangon paculen gumuk kidul Atos-atos dipaculi tandurane kacang
ijo Sopito oliho bojo Sopito oliho bojo.
Kijing mati ngilari suta ngising Anglilire Sikijing sinawa seba Sikijing
sinawa seba
Kembang duren bur
kolang-kalingan mega riem-riem Kalingan bathikan lonthang kalingan limaran
kembang Kentrng-kentrung sirama sira nglilira Kembang kapas mbok emas ditagih
utange beras Ela-ela cendhana mbok ladrang kacir.
Setelah
menyanyikan tembang-tembang tersebut, boneka cowongan akan bergerak-gerak
karena digerakkan oleh makhluk-makhluk halus yang mendiaminya.
Mantra dan tembang ini mengandung
arti kasih sayang dari manusia terhadap alam, manusia kepada sesama dan manusia
kepada Tuhannya.
0 Response to "Cowongan, Budaya Khas Banyumas untuk Memanggil Hujan"
Post a Comment